Web blog resmi Perpustakaan SMA Negeri 2 Temanggung

Sukses Bersama Dengan Membaca

Rabu, 26 Februari 2020

ASAL MULA DESA KALIMANGGIS KALORAN

 

 
Wilayah Kecamatan Kaloran merupakan salah satu dari 20 kecamatan di Kabupaten Temanggung berbatasan dengan wilayah barat dengan Kecamatan Kandangan. Di sebelah Timur Kabupaten Semarang dan Kecamatan Pringsurat dan sebelah Selatan dengan Kecamatan Kranggan dan Pringsurat. Salah satu dari 14 desa di Kecamatan Kaloran adalah Desa Kalimanggis yang terletak di ketinggian 959 m dari permukaan laut dan berjarak 3 km dari ibukota Kecamatan Kaloran dan 16 km dari ibukota kabupaten. Desa Kalimanggis terdapat 7 dusun yang terdiri dari 9 rukun warga (RW) dan 34 rukun tetangga (RT).
Konon, Desa Kalimanggis dibuka sekitar 1830. Kala itu masih berupa hutan belantara dan belum punya nama. Tokoh yang membuka Desa Kalimanggis adalah sepasang suami istri yang bernama Kiai Cononggo dan Nyai. Keduannya merupakan pelarian dari Ngayojokarta Hadiningrat. Sepasang suami istri menetap di suatu tempat.Mereka membangun sebuah gubug. Kiai dan Nyai Cononggo dikaruniai tiga putra dan satu putri. Putra pertama mereka bernama Sutoreko, yang kedua bernama Grendiyoso, putra ketiga bernama Gayong sedangkan putri satu-satunya diberi nama Giyuk.
Suatu ketika Desa Kalimanggis mengalami kekeringan, sebagai warga Kiai Cononggo berniat mencari sumber mata air. Sesampainya di sebelah timur tempat tinggalnya ada rembesan air yang sangat kecil. Siang itu sangat terik, anak-anaknya ikut dalam pencarian air merasa kehausan. Dalam pencarian sumber mata air Ki Cononggo membawa “teken/ranting kayu” tanpa disadari “teken” yang dipegangnya itu ditancapkan pada belahan batu padas. Tak disangka-sangka seketika keluarlah air. Betapa senang hati Ki Cononggo beserta anak-anakny akarena mendapatkan sumber mata air. Hari berganti hari, bulan berganti bulan setelah sekian lama “teken” tersebut tumbuh tunas-tunas yang lama kelamaan tumbuhan itu menjadi besar dan berbuah lebat. Keempat anak Ki Cononggo ingin memetiknya. Ki Cononggo mencoba memetik dan memakan buah tersebut. Manis rasanya seperti buah manggis. Atas inisiatif Ki Cononggo air yang keluar dari belahan batu padas dibuatlah kali “pancuran/krandaribambu”. Kemudian kali (pancuran) yang dipinggirnya tumbuh pohon yang buahnya seperti manggis oleh Ki Cononggo diberi nama “Kalimanggis”.
Waktu terus berlalu anak-anak Ki Cononggo tumbuh dewasa dan mempunyai pasangan masing-masing. Mereka diberi tugas membuka wilayah yang ada di Desa Kalimanggis. Ki Sutorekso diserahitugas membuka wilayah yang banyak ditumbuhi pohon pring. Sekarang bernama Dusun Pringkuda. Ki Grendiyo diserahi tugas membuka wilayah yang ada pohon preh. Sekarang bernama Dusun Ngepreh. Ki Gayong diserahi tugas membuka wilayah yang banyak batunjalar. Saat ini bernama Dusun Clapar. Nyi Giyuk diserahi tugas membuka wilayah yang sering kabut. Sekarang bernama Dusun Lamuk.

Keempat anak Ki Cononggo telah hidup di dusun masing-masing. Mereka mempunyai keturunan yang banyak dan hidup sebagai petani. Suatu ketika Ki Cononggo mengajak keempat putranya untuk membuat bending dan saluran dari wilayah Candi Garon Kecamatan Sumowono. Akhirnya bendung itu diberi nama bendung Dung Anggruk, sekarang bernama Dam Warang Kerek. Setelah selesai membuat bendung dilanjutkan membuat salurannya sampai sungai (Kali Madu). Kala itu ada sebuah batu besar yang menghalagi pembangunan. Batu besar itu ditatah sore paginya seperti semula lagi. Walau demikian mereka tetap semangat tanpa kenal lelah. Mereka berpikir untuk dapat menyelesaikannya. Keempat putra tetap menatah batu besar tersebut sedang seorang putrid yaitu Nyi Giyuk menari. Hal itu dilakukan berhari-hari sampai selesai. Keempat putra tersebut menatah batu sambal bergelantungan pohon lung gadung.

Selama mereka bekerja yang dimakan hanyalah ketela bakar sedang minumannya kopi dan terkadang arak. Selesai pembuatan saluran dilanjutkan sampai tembus jalan. Hal ini bertujuan bahwa pembuatan dam dan saluran untuk mengairi sawah yang akan ditanami padi. Mereka dikeramatkan oleh generasi penerusnya sampai sekarang tetap dilestarikan dengan nama “Sedekah Desa” dan pentas seni tari “Glok”.  Disebut glok bila orang menanam padi dengan cara menancapkan bibit padi. Dalam Bahasa Jawa “nyeboke” bibit padi. Sedangkan tari glok biasanya diiringi gending lung gadung karena selama menatah batu bergelantungan lung gadung. Sesajen yang digunakan saat pentas tari glok antara lain ketelabakar, minuman kopi, arak. Acara sedekah desa sampai sekarang masih tetap dilaksanakan sehabis panen padi.

Sepeninggalan Ki Cononggodan Nyai, keduanya dimakamkan di Dusun Jurang. Putra pertama Ki Sutoreko dimakamkan di Dusun Pringkuda/Tawang, Ki Grendiyoso dimakamkan di pemakaman Dusun Krajan, dan Nyai Giyuk dimakamkan di pemakaman Dusun Lamuk, di Dusun Jagang dibuka oleh kerabat dari suami Nyai Giyuk, Dusun Kalisat merupakan daerah taklukan kala itu. Sedangkan Dusun Manguntosari merupakan dusun relokasi yang saat itu merupakan bagian dari Dusun Jurangyang bernama Dusun Jambon.

Disusun Oleh :
Rinna Dwi Ristiyani, Guru SMA N 2 Temanggung.
Mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia
Tinggal di Jalan Gajah Mada dlm I/25 Temanggung



Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan isi komentar dengan baik dan membangun

Total Tayangan Halaman

Tulisan-Tulisan

Pencarian

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Temanggung, Jawa Tengah, Indonesia
Perpustakaan SMA Negeri 2 Temanggung selalu memberikan pelayanan yang memuaskan demi kelancaran pendidikan di SMAN 2 Temanggung